Saat bicara makanan, Anda mungkin lebih akrab dengan istilah kuliner. Sementara istilah gastronomi mungkin belum terlalu familier di telinga.
Keduanya masih berkenaan dengan urusan masak dan makan, namun punya makna berbeda. Menurut KBBI 4 daring, kuliner berhubungan dengan masak-memasak, sementara gastronomi adalah seni menyiapkan hidangan yang lezat.
"Sederhananya, kuliner itu masak-masak, sedangkan gastronomi itu lebih ke makan-makan. Persamaan keduanya ya makanan," ungkap Indra Ketaren, Presiden Indonesian Gastronomy Association (IGA) dalam jumpa pers Indonesia GastroFest 2017, di Jakarta, Rabu (12/10/2016).
Bila merujuk pada arti kata di kamus, persepsi orang-orang yang menyatakan kalau kuliner adalah kegiatan makan-makan adalah salah. Namun, ini hanya persoalan kebiasaan yang terjadi di masyarakat.
Dalam blog IGA apa itu gastronomi dipaparkan dengan cukup jelas.
Gastronomi bukan menekankan kepada keahlian memasak. Gastronomi adalah pemerhati, pecinta dan penikmat makanan. Objek kuliner adalah resep makanan dan subjeknya adalah pemasak. Kuliner adalah seni mengolah resep menjadi makanan yang dilakukan pemasak. Keterwakilan yang mencicipi makanan tidak ada dalam kuliner, tapi ada dalam gastronomi.
Mengutip Wikipedia, gastronomi ialah seni atau ilmu soal makanan yang baik. Ada juga yang menyebutkan bahwa gastronomi sebagai studi mengenai hubungan antara budaya dan makanan.
Memang ada hubungan antara budaya dan gastronomi, yaitu karena gastronomi adalah produk budidaya pada kegiatan pertanian sehingga perwujudan warna, aroma, dan rasa dari suatu makanan dapat ditelusuri asal-usulnya, dari lingkungan tempat bahan bakunya dihasilkan.
Bidang gastronomi pun dibagi lagi, ada gastronomi praktis yaitu praktik dan studi dari preparasi, produksi, dan penyajian dari makanan dan minuman. Gastronomi teoretis mendukung gastronomi praktis dengan cara mempelajari pendekatan proses, sistem, resep, buku masakan, dan tulisan lainnya.
Ada juga gastronomi teknis meninjau evaluasi sistematik dari hal apapun di bidang gastronomi yang membutuhkan penilaian. Keempat, ada gastronomi makanan berhubungan dengan makanan, minuman, dan cara pembuatannya.
Lalu, ada gastronomi molekuler yaitu cabang ilmu yang mempelajari transformasi fisiokimiawi dari bahan pangan selama proses memasak dan fenomena sensori saat bahan itu dikonsumsi.
Penasaran dengan seluk beluk gastronomi? Tahun depan, akan diadakan Indonesia GastroFest 2017 : a Gastronomical Journey & Beyond . Acara ini akan berlangsung pada tanggal 21 - 23 Juli 2017 bertempat di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City.
Indonesia GastroFest 2017 (IGF 2017) adalah acara yang memiliki karakter menyeluruh mengenai masakan, bukan hanya yang tersaji, namun juga mengenai seni yang dihadirkan oleh sebuah sajian. Penghargaan yang akan mengurai kisah budaya, keberagaman bumbu lokal, teknik pengolahan yang detail dan berkelas, hingga sebuah menu lokal tersaji di ranah internasional.
"Acara ini merupakan pertemuan antara tukang masak dengan tukang makan. Tujuannya untuk menampilkan seni masakan Indonesia yang langka atau kurang terkenal. Bukan cuma makanannya, tapi juga seni dari masakan itu sendiri," jelas Indra Ketaren.
Berbagai acara berkelas akan disajikan dalam acara tersebut, termasuk GastroWine, GastroCheese, GastroCoffee, GastroCocoa dan GastroCigar untuk memenuhi kebutuhan para penggemarnya.
Tersedia area Food Photography untuk komunitas fotografi. Juga area High tea & Coffee time yang akan diadakan di area luar ruangan, disertai dengan dua kelas komersial menarik yaitu GastroCookery dan GastroBanquet.
Tiket masuk Indonesia GastroFest 2017 akan dijual seharga Rp200.000. Ada pun biaya tambahan bagi yang ingin mengikuti GastroCookery sebesar Rp 1.250.000 dan GastroBanquet sebesar Rp5 juta.
Dalam kesempatan yang sama, Guruh Soekarno Putra, Dewan Pendiri Indonesia Gastronomy Association sekaligus Ketua Dewan Pengarah IGF 2017 mengatakan, "Acara ini adalah ajang untuk memperkenalkan makanan Indonesia ke kancah internasional. Saya ingin ada makanan Indonesia yang bisa populer seperti sushi dan sashimi dari Jepang, atau makanan Thai yang sekarang sudah ada di mana-mana."
Guruh juga berpesan bagi yang ingin membawa masakan nusantara ke dunia, agar tetap menjaga citarasa aslinya. "Misalnya rasa rendang itu pedas, tidak usah dikurangi tingkat kepedasannya hanya karena orang bule tidak suka makan pedas. Toh kita juga mau mencoba makan keju yang kadang baunya aneh atau minum bir yang rasany getir," tambah Guruh.
http://ift.tt/2euul9L